Solo,
Bandara Adisumarno
Delay, adalah
sebuah hal mengesalkan tapi menjadi terbiasakan bagi penumpang pesawat apapun
di Indonesia, terutama salah satu maskapai yang punya motto "Make People Fly",
manusia Indonesia yang diberi kesempatan atau sering menggunakan maskapai
tersebut sangat paham dengan keterlambatan pesawatnya, jangan tanya berapa kali
berita penumpang marah dan ngamuk di media massa. Sering!
Tapi,
rupanya ini sedikit menular ke maskapai paling bagus di Indonesia yang yang
katanya "Sky Priority", sepertinya ketularan dikit, maklum di Indonesia
susah dihindari masalah tular-menular ini, karena vaksinnya aja palsu.#ehh
Gampang
kalau sakit, pake BPJS aja, Indonesia gitu loh. "Mas , BPJS-nya palsu juga
katanya." #nahh
Tapi
sudahlah berkaitan palsu-memalsu di Indonesia tidak akan habis ceritanya, nanti
keburu pesawat saya datang.
Delay, bisa
menjadi aktivitas menarik. Ketika bertemu wanita cantik atau menemui kejadian
unik, misalnya.
Saat
ini saya tidak mengalami yang pertama tadi, tapi hal kedua yang saya sebut di atas
unik. Itu yang saya alami.
Di
sebuah toilet pria di bandara ini, saya bertemu seorang anak Bule, usia 6 tahun,
sedang mencuci piring dan sendok. Bagi saya ini unik. Lalu saya bertanya, “Do you
speak Indonesian language?”
"Sedikit,"
jawabnya.
Lalu
saya lanjutkan, "Apakah kamu disuruh ayah/ibumu?"
"No!
Ini sudah tanggung jawab saya, ini alat makan saya dan saya yang harus
bersihkan."
Saya
kagum. "Kamu terlihat bersiul, apakah kamu senang mengerjakannya?"
"Tentu
saya senang karena saya bisa mengerjakan tugas saya; mencuci alat makan ini
".
Semakin
terpesona, "Kenapa kamu bisa melakukan ini?"
"Coz
my dad was always washed by his self after eat."
AYAH!
Yup anak ini dicontohkan oleh ayahnya, bukan ibunya. Mungkin ibunya juga sih.
Tapi
saya menjadi terkesiap dan nyata, betapa peranan ayah dalam pengasuhan anak itu
luar biasa, saat ini sesaat sebelum di bandara ini, saya berbagi seminar
mengisi tentang parenting.
Betapa
banyak sekali dibahas di Indonesia, ukuran prestasi anak adalah nilai, ranking,
dan bla bla bla. Di luar sana, Jepang, Amerika, dan lain-lain, sopan santun,
etika, dan kecerdasan emosi lebih diutamakan, budaya antri, tanggung jawab,
hormat sama ortu, dan lain sebagainya.
Menurut
beberapa kawan yang di Australia, Jepang, dll, itu benar adanya. Di sekolah
luar sana, anak-anak lebih dididik karakter dan etika.
Nah,
di depan mata saya saat ini terbukti anak Bule Belanda ini jelas
mempertontonkan sikap luar biasa dari seorang anak, mengerjakan tanggung jawabnya
dengan senang dan tanpa paksaan.
Lalu,
peran ayah dalam hal mendidiknya, saya tidak perlu sebutkan betapa di al Quran
dialog anak-orang tua adalah bukan dialog ibu dan anak, melainkan ayah dan
anak. Nuh dan anaknya, Lukman Hakim dan anaknya, Ibrahim dan ayahnya, dll.
Jadi,
sepertinya menjadi "ayah sebenarnya ayah" itu proses luar biasa. Mari
kita menjadi ayah. Bukan hanya bapak dari seorang anak.
Dan,
selesai nulis buru-buru inipun, pesawatnya belum juga tiba.
Demikian,
Solo,240816
-Gyn-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar